Penggunaan pestisida secara
tidak bijaksana memang memberi dampak buruk terhadap kesehatan. Bahkan, bila
paparan pestisida terjadi pada ibu hamil, efeknya akan merembet pada
bayi yang dikandungnya.
Riset menunjukkan, anak-anak yang terekspos pestisida saat masih
dalam kandungan memiliki IQ lebih rendah, ketika mereka sudah berusia sekolah
dibandingkan dengan anak-anak yang tidak terpapar zat pembunuh hama tersebut.
Pembunuh organisme merugikan itu dapat melewati plasenta dan menghambat
senyawa yang berkaitan dengan sinyal-sinyal di otak. Demikian hasil yang
didapatkan oleh tiga studi baru yang dimulai sejak akhir tahun 1990 dan
melibatkan anak-anak umur 7 tahun.
Penelitian yang dilakukan oleh University of California di Berkeley tersebut
dilakukan terhadap petani berpendapatan rendah di daerah California, Amerika
Serikat. Mereka terkena dampak pestisida melalui penyemprotan serta memakan
yang berasal dari tanaman yang disemprot pestisida.
Pada anak-anak dari keluarga di California tersebut, para peneliti mendapati
20 persen anak-anak, yang terekspos dalam jumlah yang besar, memiliki IQ 7 poin
lebih rendah dibandingkan dengan anak-anak yang paling rendah terekspos
pestisida.
Sementara itu, penelitian lain yang dilakukan oleh Columbia University
mendapati hubungan antara jumlah kandungan pestisida dalam tubuh wanita hamil
dan menurunnya IQ pada anak yang dikandung mereka. “IQ menurun 1,4 persen dan
kemampuan mengingat turun 2,8 persen,” demikian penjelasan pada hasil
penelitian.
Penelitian di New York, yang dilakukan oleh Mount Sinai School of Medicine,
menunjukkan ada penurunan IQ anak-anak dari ibu hamil yang rumahnya pernah
disemprot organofosfat.
“Kami tercengang melihat konsistensi dari ketiga studi ini,” kata Bruce
Lanphear dari Simon Fraser University di Vancouver, Kanada. Hal ini, menurutnya,
penting karena penurunan IQ sebanyak 7 poin tidak bisa dianggap remeh. “Apalagi
kalau Anda melihatnya dalam jumlah penduduk yang besar,” lanjutnya.
Setiap penurunan IQ akan menambah biaya belajar anak-anak. “Belum lagi
masalah tingkah laku dan masalah belajar pada masa anak-anak,” tegasnya. (Alex Pangestu/Wired)
(Sumber: www.kompas.com)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar